sebuah ilustrasi tentang Wentira. bimasinatribloka11.blogspot.com
Wentira
Mungkin nama ‘Wentira’ di kota-kota lain
dianggap biasa, namun berbeda hal nya apabila nama ini di dengar oleh
masyarakat yang berada di Pulau Sulawesi Tengah.
Wentira merupakan lokasi yang berada di
Kebun Kopi (lintas Trans-Sulawesi). Wentira sendiri menurut beberapa
kesaksian orang-orang yang mengaku pernah ke sana mengatakan kalau
Wentira merupakan suatu kota yang sangat teramat indah dengan ciri khas
warna kuning.
Namun yang sebenarnya sesuai dengan yang
saya lihat langsung, Wentira sebenarnya hanya daerah berhutan lebat,
jauh dari mana-mana, di antara Palu-Parigi, di lintas jalan yang disebut
orang sebagai Trans-Sulawesi. Pohon-pohon raksasa tumbuh di pinggir
jalan, dengan bentuk batang besar, putih, cenderung lurus, menjulang
sangat tinggi seakan ingin menggapai langit. Batang pohon itu begitu
lurus, dan baru di bagian sangat atas di ketinggian, tumbuh dahan dan
cabangnya dengan daun-daun yang menjadi sangat kecil-kecil kalau dilihat
dari bawah. Konon, tak ada seorang pun berani menebang pohon seperti
itu.
Sebenarnya banyak sekali
kesaksian-kesaksian dari orang-orant yang mengaku pernah jalan-jalan ke
Wentira, misalnya salah satu contoh yang paling terbaru yang saya dengar
adalah ada seseorang yang memesan sebuah mobil BMW i series warna
kuning dengan memberikan alamat “WENTIRA”. Dan hebohnya, yang memesan itu adalah “seorang pria tua” tanpa ada keanehan sama sekali menurut sales promotion perusahaan tersebut. Lalu setelah di mobil tersebut di antar, ternyata tempat yang mereka datangi hanyalah hutan lebat.
Banyak juga warga di sekitar Wentira mengatakan, apabila ada kendaraan
lewat daerah tersebut harus membunyikan klakson 3X agar perjalanan
mereka lancar sampai tujuan.
Ada juga kisah dari daerah lain tentang Wentira
Suatu hari di Pulau kalimantan ada sebuah tebing yang penuh dengan
sarang burung walet tetapi tak seorang pun yang bisa memanjatnya, pada
suatu ketika ada seorang pemuda dengan santai memanjat tebing itu meski
tampa pengaman, melihat aksi dari pemuda itu warga serompak terkejut
ketika turun para warga datang bertanya kepada pemuda itu karna wajahnya
agak asing di mata warga, ketika para penduduk bertanya dari mana dia
berasal, lalu pemuda itu menjawab dengan lantang ” saya dari Kota
Wentira Palu” tak lama kemudian pemuda itu hilang di kerumunan warga,
(Cerita Pak Sappam SekolahQ), dari cerita di atas warga wentira juga
sering berkelana dan mengembangkan kotanya dan menurut perkiraan kami
Wentira telah berkembang sampai di Mamuju (sul-bar), Mekongga (sul-tra)
dan bisa saja sampai di Kalimantan
Walaupun cerita ini seperti tak mungkin,
namun saya sarankan agar kalian jalan-jalan untuk melihat langsung
lokasi dari Wentira iniCerita mengenai keberadaa komunitas “jin” Uwentira beredar cukup santer
di kalangan masyarakat Palu. Mendengar kata Uwentira atau Wentira,
mereka merujuk pada cerita, kisah maupun mitos soal keberadaan komunitas
yang tak kasat mata ini. Hanya sedikit orang yang bisa melihatnya
bahkan bisa berkomunikasi dengan warga Uwentira yang sering muncul
bahkan di pasar-pasar di Palu dan sekitarnya. Kawasan Wentira ini oleh
kalangan paranormal di Indonesia, memang dikenal sebagai salah satu
wilayah paling angker di seluruh pelosok nusantara
Demi menjawab rasa penasaran banyak pengunjung, maka saya ingin membagikan cerita 3 teman saya berikut ini. Kebetulan mereka saya kenal karena bertemu langsung.
1. Cerita Sulwan Dase
To Wentira (ditulis Uwentira), demikian masyarakat Palu menyebut komunitas ini. Terletak disebuah kawasan yang bernama Wentira. Orang Toraja kuno menyebutnya To Wae Ntira. Menurut beberapa kawan menceritakan pengalaman mereka saat bertemu dgn orang2 To Wentira. Katanya, kitaseolah-olah terombang-ambing diantara dunia nyata dan dunia maya, rasionalitas, dan supranatural. Bingung bercampur takjub. Antara percaya dan tidak percaya.
To Wentira (ditulis Uwentira), demikian masyarakat Palu menyebut komunitas ini. Terletak disebuah kawasan yang bernama Wentira. Orang Toraja kuno menyebutnya To Wae Ntira. Menurut beberapa kawan menceritakan pengalaman mereka saat bertemu dgn orang2 To Wentira. Katanya, kitaseolah-olah terombang-ambing diantara dunia nyata dan dunia maya, rasionalitas, dan supranatural. Bingung bercampur takjub. Antara percaya dan tidak percaya.
Menurut mereka yang pernah ke “Kota Wentira”, kota itu sangat modern,
dgn peradabana yang sangat luar biasa. Semua jenis kendaraan ada disana
(termasuk MRT). Masyarakatnya makmur dan serba berada. Yang menjadi
persoalan adalah, pintu masuk ke kota tsb. Hampir tak satu orang pun
bisa menjelaskn secara pasti lokasi jalan masuk. beberapa menjelaskna
bhw pintu masuk dgn kendaraan roda dua dan mobil adalah melalui sebuah
jembatan beratap. Jembatan ini sebenarnya menjembatani sebuah sungai yg
membentang. Secara logika, bila kita masuk ke ujung satu pastilah bisa
tiba di ujung satunya. Namun keanehan terjadi. Kadang2 ketika sebuah
mobil memasuki ujung jembatan, mobil itu tdk pernah lagi keluar di ujung
satunya. Beberapa hari kemudian, barlah pengendara mobil itu bercerita
bhw mereka baru saja pulang dari Kota Wentira, di mana segala sesuatunya
ada disana.
Wow…persoalannya, di bagian mana dari jembatan itu yg menjadi pintu
masuknya? Sebab mobil tsb ketika memasuki jembatan, menghilang begitu
saja dari pandangan mata….Sewaktu saya bertanya kepada beberap kawan yg
pernah kesana, mengatakan, tempat itu sangat luar biasa. Namun tdk ada
lagi yg berani kesana…
2. Cerita LES Kala’tiku
Saya ingat suatu kejadian aneh yang saya dengar dari bapak saya sendiri. Waktu itu Bapak mempunyai proyek di daerah lokasi wentira. niatnya sih jalan2 di jembatan itu tapi pas memasuki mulut jembatan menurut teman proyeknya mobil truk yang pakai teman saya dan supirnya tiba2 hilang seakan2 di telan oleh jembatan itu. terus terang ini tidak masuk di akal tapi kenyataan terjadi. tapi sayang teman kantor saya ini tidak mau menceritakannya pak jadi jujur saya juga jadi penasaran dengan cerita teman saya yang katanya kota itu luar biasa modern. Yah antara kenyataan dan fiksi….jadi bingung.
Saya ingat suatu kejadian aneh yang saya dengar dari bapak saya sendiri. Waktu itu Bapak mempunyai proyek di daerah lokasi wentira. niatnya sih jalan2 di jembatan itu tapi pas memasuki mulut jembatan menurut teman proyeknya mobil truk yang pakai teman saya dan supirnya tiba2 hilang seakan2 di telan oleh jembatan itu. terus terang ini tidak masuk di akal tapi kenyataan terjadi. tapi sayang teman kantor saya ini tidak mau menceritakannya pak jadi jujur saya juga jadi penasaran dengan cerita teman saya yang katanya kota itu luar biasa modern. Yah antara kenyataan dan fiksi….jadi bingung.
3. Kesaksian PS Patandung
To wentira menurut orang Kaili (Suku asli di Sulteng) ada di sekitar kebun kopi ( Jl poros tawaeli – Toboli ) di jalan poros tersebut ada satu jembatan yang masih ada sampai sekarang. Konon katanya, masih buatan Belanda. Di sampingnya ada satu jembatan jembatan beton yang digunakan konon tahun 1980-an setiap kendaraan yg lewat wajib memberi kode lampu atau setidaknya klakson sebagai tanda permisi mau lewat.
To wentira menurut orang Kaili (Suku asli di Sulteng) ada di sekitar kebun kopi ( Jl poros tawaeli – Toboli ) di jalan poros tersebut ada satu jembatan yang masih ada sampai sekarang. Konon katanya, masih buatan Belanda. Di sampingnya ada satu jembatan jembatan beton yang digunakan konon tahun 1980-an setiap kendaraan yg lewat wajib memberi kode lampu atau setidaknya klakson sebagai tanda permisi mau lewat.
Saya sudah beberapa kali melewati kawasan Kebun Kopi yang disebut-sebut
dua teman terakhir ini. Kawasan ini dikenal cukup berat, menanjak dengan
kemiringan tajam. Belum lagi sering terjadi longsong. Jembatan itu
masih ada, dan bahkan sekarang ada sebuah tugu berwarna kuning
bertuliskan NGAPA UWENTIRA. Ngapa dalam bahasa Kaili berarti
Kampung,Negeri atau Kota. Uwentira berarti tidak kasat mata. Jadi NGAPA
UWENTIA berarti Kota UWENTIRA. Bagaimana ciri-ciri fisik warga Uwentira, apakah bedanya dengan manusia seperti kita? Nantikan kisah berikutnya.
Kisah Wentira : Kisah berikut agaknya sejalan dengan cerita yang saya dapatkan dari beberapa sumber di Palu maupun di luar Palu. Warga Wentira tidak punya garis pemisah diatas tengah bibir, seperti layaknya manusia normal.
Menurut keyakinan masyarakat setempat, yang disebut kawasan Wentira atau Uwentira adalah
wilayah yang sekarang dikenal sebagai kawasan kebun kopi, di jalan
Trans Sulawesi poros Sulawesi Selatan – Sulawesi Tengah. Di sekitar sana
tidak ada pemukiman penduduk hanya pohon-pohon yang menjulang tinggi
berwarna keputih-putihan ditandai dengan sebuah jembatan yang konon
hanya orang yang mampu melihat hal-hal gaib-lah yang bisa melihat kalau
ternyata jembatan itu juga merupakan pintu gerbang untuk masuk ke
Kerajaan mistis Wentira. Seseorang, dengan identitas seleb_celebes memposting cerita ini di sebuah forum. Berikut kisahnya:
Untuk masuk ke Wentira, tidak boleh sembarangan, hanya yang dikehendaki
dan diizinkan oleh penghuni Wentira yang boleh masuk. Nah, paman teman
saya ini termasuk orang yang diizinkan, karena dia melakukan
ritual-ritual ditemani oleh orang2 pintar di sekitar daerah itu.
Sementara kalau orang yang dikehendaki biasanya orang yang katanya kalau
lewat tidak permisi (kulo nowon) dulu, lewat dengan sombongnya, dan
biasanya yang seperti ini tidak pernah lagi kembali keluar. Pernah ada
kejadian mobil melintas di tengah jembatan tetapi sebelum sampai diujung
jembatan sudah keburu menghilang, kata penduduk skitar masuk kedalam
Wentira.
Menurut cerita paman teman saya itu alam
di dalam Wentira didominasi warna kuning keemasan dimana penghuninya
hidup sangat sejahtera dan tidak ada yang miskin, kehidupan disana
laiknya kehidupan normal, semua ada baik gedung, kendaraan dll tapi
semuanya serba mewah.
Menurut cerita orang-orang di sekitar
pegunungan Sulawesi Tengah yang katanya juga masuk kedalam area Wentira,
kadang-kadang ada penghuni Wentira yang keluar untuk berbelanja di
pasar-pasar tradisional, ciri-cirinya yang utama adalah tidak ada garis
pemisah diatas tengah bibir seperti layaknya manusia normal, kalau
mereka muncul tetap dilayani tetapi tidak ada yang berani mengganggu.
Sumber:http://www.bismania.com
WENTIRA
SESEORANG yang mengaku baru pulang dari
tanah paling suci tiba-tiba muncul di kantor Andy. Dengan tutur kata
memikat tiada tara yang membuat semua lawan bicara kehilangan kata-kata,
ia meminta Andy untuk mengunjungi Wentira, daerah yang dipastikan bakal
membuatnya jatuh cinta.
Anda boleh percaya atau tidak, tetapi
hampir semua orang di wilayah Palu, Parigi, termasuk kabupaten baru
bernama Parimot (Parigi Motong), tempat dalam lintas daerah-daerah
tersebut Wentira berada, percaya bahwa kisah ini benar-benar terjadi.
Mereka percaya, Wentira, daerah paling wingit di wilayah setempat
-sebagaimana beberapa kali pernah terjadi- lagi-lagi mengirimkan
makhluknya muncul dari alam maya, dan kali ini yang disatroni rupanya
Andy, seorang arsitek, urban designer atau perencana kota yang dikenal
dengan proyek-proyeknya yang modern.
Wentira sebenarnya hanya daerah berhutan
lebat, jauh dari mana-mana, di antara Palu-Parigi, di lintas jalan yang
disebut orang sebagai Trans-Sulawesi. Pohon-pohon raksasa tumbuh di
pinggir jalan, dengan bentuk batang besar, putih, cenderung lurus,
menjulang sangat tinggi seakan ingin menggapai langit. Batang pohon itu
begitu lurus, dan baru di bagian sangat atas di ketinggian, tumbuh dahan
dan cabangnya dengan daun-daun yang menjadi sangat kecil-kecil kalau
dilihat dari bawah. Konon, tak ada seorang pun berani menebang pohon
seperti itu.
Di antara kesenyapan hutan, rimbunnya
semak-semak di pinggir jalan, terdapat jembatan tak seberapa besar.
Persis jembatan berikut jurang dan ngarai tajam di sekitar situlah
dipercaya orang sebagai “pusat Wentira”, negeri jin dan para lelembut,
yang lewat berbagai cerita, dikatakan penghuninya sering keluar dari
dunia mayanya, masuk dan menyatu dalam kehidupan manusia sehari-hari.
“Wentira…” Orang terkesiap ketika Andy
menunjukkan kartu nama, yang memang tertulis “Wentira” sebagai alamat si
empunya nama. Semua orang yang mengenal Wentira termangu-mangu,
merinding mendengar cerita Andy yang begitu yakin, bahwa dia bukan saja
berhubungan langsung dengan orang yang mengaku dari Wentira, tetapi
beberapa kali ia mengunjung Wentira, tinggal di sana beberapa waktu,
bahkan telah menyelesaikan proyek yang tiada terkira artinya baginya. “Tahukah Mas Andy apa itu Wentira?” “Ya, saya tidak mengira bahwa di Palu ada daerah seramai dan semodern itu,” kata Andy.
Mas Andy telah percaya pada
eksistensi dunia maya sebagai benar-benar ada, tangible seperti kartu
nama yang dipegangnya. Lanjut Andy, seperti mimpi, “Tak ada dalam
bayangan saya, bahwa saya bakal bisa menjumpai kota abad 21 seperti
Paris-La Defense di situ. Taman kotanya mengingatkan saya pada Parc
Culturel Urbain de la Villette, dengan monumen berupa tangga merah
melingkar yang oleh orang sana disebut Folies. Sejarah masa depan
arsitektur seakan telah dimulai dari situ, dalam bentuk arsitektur
virtual, arsitektur maya, sesuatu yang hanya dimungkinkan perencanaannya
setelah kemajuan proses komputer…”
Pendengarnya takjub, sekaligus makin
tidak paham. Mereka geleng-geleng kepala. “Anak ini benar-benar telah
dibawa jin ke Wentira…”
BEGITULAH, konon orang yang mengaku baru
pulang dari tanah paling suci tadi, meminta Andy untuk datang ke
Wentira, untuk membangunkan rumah baru baginya.
“Saya tidak pernah membangun rumah tinggal pribadi Pak…,” kata Andy sopan, menolak secara halus tawaran orang itu.
“Tapi Pak Andy arsitek?”
“Ya, tetapi kegiatan saya lebih banyak
pada perencanaan kota,” ujarnya. Ia ingin menerangkan lebih lanjut,
bahwa dia adalah urban designer, dengan proyek-proyek begitu luas
lingkupnya, dari penataan kembali ruang kumuh bagi masyarakat miskin
sampai pembangunan kota modern untuk lokasi perkantoran dan
bangunan-bangunan komersial, tetapi ia pikir itu semua kurang ada
gunanya.
Yang diajaknya bicara, tersenyum arif.
“Kalau begitu tidak apa-apa. Pak Andy tidak perlu merasa punya beban
atas permintaan saya. Saya selalu merasa, bisa berkenalan dengan
seseorang saja sudah suatu berkah, melebihi apa saja, apalagi hanya
dibanding rumah. Oleh karenanya saya akan mengundang Pak Andy ke Wentira
saja. Nanti seseorang akan menyediakan tiket. Pak Andy bisa berangkat
kapan saja, pokoknya tinggal beri tahu kami, dan nanti kami akan
menjemput di airport. Belum pernah kan, ke Wentira? Anggaplah ini hanya
ajakan berpiknik dan berteman, tidak ada yang lain…,” ucap tamunya
santun.
Andy yang halus perasaannya, tidak
berkutik. Dia tarmangu-mangu memandang tamunya yang datang seperti
angin, dan berlalu sebagai angin pula. Langkahnya begitu ringan seperti
rase terbang. Bau tubuh yang ditinggalkannya adalah wangi hutan ketika
dunia -dalam bahasa Andy sendiri-masih terjaga oleh matriks pusat-pusat
kosmos yang sakral. Ia teringat aurora alam yang membesarkan dirinya,
berupa candi-candi yang sebenarnya merupakan Mehru -pusat kosmos yang
merupakan sumbu bumi yang menjulang ke atas menggapai surga tertinggi.
Pesan hidup seperti itulah yang telah membawanya menjadi seorang
arsitek, yang urusannya kemudian bukan membangun rumah, melainkan ingin
membawa manusia menuju ke kemuliannya lewat lingkungan yang terjaga
keseimbangan kosmosnya.
Mendadak dia menangkap suatu hawa yang
seakan menyedotnya untuk segera hadir di Wentira. Entah nyata atau tidak
ini semua, ia sendiri merasa datang ke Wentira dengan naik pesawat
dengan tiket yang sudah disediakan, dan di airport sudah tersedia mobil
bagus barikut sopir menjemputnya.
Pengalaman berikutnya dirasakannya
sebagai mimpi. Ia nyaris tak mempercayai penglihatannya, bahwa Wentira
adalah daerah ultra modern yang padanannya hanya bisa dia dapat pada
referensi baik ketika ia sekolah mengenai sejarah urban dan desain di
Wisconsin, Amerika, ataupun pada perencanaan urban dan regional di
Glasgow, Inggris.
Dia melihat piramid kaca dengan
konstruksi besi yang dibangun dengan berani dan manis, sebagai bagian
pintu masuk dari bangunan besar yang kata si sopir, tempat menyimpan
barang-barang berharga, dari patung Medusa karya Gericault, sampai ke
maket sebuah museum di Berlin karya Daniel Libeskind yang merupakan
tonggak bangunan paska-modernisme. Seketika Andy merasa kecil, dan
menyesali belaka atas impresi yang hendak ia tunjukkan pada tamu yang
telah mengundangnya ke Wentira ini.
“Siapa sebenarnya dia? Dan daerah apa pula ini?” kata Andy dalam hati.
Tempat tinggal orang yang mengundangnya
itu sendiri berupa bangunan dengan facade boleh dikata terdiri hanya
dari tiga elemen: kaca, besi, dan sesuatu yang serba putih, entah apa
materinya, ia kurang mengenalinya. Sepintas ia teringat Georges Pompidou
Centre di Paris. “Semua bentuk ini mengambil primary form. Ia
mengonsepkan bangunan ini dalam era modernisme,” ucap Andy, lagi-lagi
hanya dalam hati. Ia mengamati segalanya dengan gumun. Bisiknya, “Benar,
primary form. Yang ada hanya bentuk kotak-kotak seperti lukisan
Picasso, serta warna-warna dasar seperti dipakai Mondrian.”
Pikirannya masih melayang ke mana-mana, ketika dia dikejutkan oleh sambutan tuan rumah yang luar biasa hangat.
“Sampai juga kan, di sini. Jangan merasa
sebagai tamu, dan jangan sungkan untuk menunjuk atau melakukan apa saja
yang Pak Andy suka,” kata si tuan rumah. Di rumah yang seperti “miniatur
Georges Pompidou Centre’ ini rupanya tinggal keluarga besar. Tuan rumah
mengenalkan istri, anak, saudara istri, keponakan, dan lain-lain yang
sulit diingat Andy satu-persatu. Yang jelas, wajah mereka tampan-tampan
dan cantik-cantik.
Ia dijamu berbagai makanan, yang katanya
merupakan makanan khas setempat. Ada sup sumsum sapi yang bernama
kaledo, minuman yang sangat mengesankan rasanya, disajikan dalam keadaan
hangat, bernama saraba, dan lain-lain. Belum lagi lobsternya, yang
terasa tak ada duanya. Benar-benar santapan raja. Berangsur-angsur Andy
merasa betah. Ada proses sedemikian rupa yang tidak dia pahami, dimana
dia kemudian merasa seperti di rumah sendiri.
Pagi hari, seiring sarapan, kepadanya
disajikan juice buah-buahan seperti wortel, jeruk, yang kesegaran
buah-buahannya lagi-lagi mengingatkannya ketika dia bersekolah di
Amerika dan Inggris. Akhirnya, dia tak bertanya-tanya lagi, di mana dia
ini sebenarnya. Ia hanya tahu, ini Wentira -sebuah daerah ultra modern
yang untuk sebagian orang barangkali hanya dianggap mimpi. Dia menerima
Wentira dengan segenap jiwa, menerimanya sebagaimana adanya…
DUNIA wadag manusia dan dunia maya entah
alam mana, gagasan paling scientific dan mimpi, bertaut-taut menjadi
satu. Para staf dan pegawainya di kantor agak heran setiap kali
“bos”-nya itu memberi briefing mengenai proyek di Wentira. Tidak seperti
pada proyek-proyek yang lain, setiap kali bicara mengenai Wentira, si
bos berubah menjadi pendongeng, dengan dongeng yang memukau.
Sampai-sampai, staf andalannya, arsitek wanita paling cantik sekantor,
mengaku terbawa mimpi tentang Wentira.
“Pak, saya ingin ikut ke Wentira, menginap di sana,” kata staf tersebut.
“Hush…,” Andy menukas.
Sekian waktu kemudian proyek tersebut
terselesaikan. Ketika ia menyerahkan bangunan yang telah selesai kepada
pemesannya, sebenarnya Andy masih ditahan untuk tidak meninggalkan
Wentira. Diam-diam, keluarga besar itu ingin menjodohkan Andy dengan
putri setempat, salah satu kerabat mereka, yang belum menikah.
“Dia cantik, seperti bintang film Maggie
Cheung,” katanya. “Namun saya tidak tertarik, karena wanita semacam itu
terkesan galak di mata saya. Suka menggampar, menyiram air ke muka
orang, bahkan seperti dalam film, diceritakan dia hendak membunuh raja.
Saya tidak suka wanita yang galak. Saya mencari wanita yang romantis…,”
kenang Andy sambil tertawa.
“Untung Mas Andy tidak mau dijodohkan di
situ. Kalau mau, Mas Andy tidak akan pernah kembali ke dunia nyata,”
komentar orang yang mendengar ceritanya.
Semua orang menganggap, dunia yang
diceritakan Andy adalah dunia gaib, dunia alam maya yang tidak ada di
dunia nyata. Sebaliknya, Andy percaya sepenuhnya, bahwa Wentira adalah
dunia nyata, bahkan sampai “Maggie Cheung” tadi pun benar-benar ada…
Sumber: latimojong.wordpress.com
0 Komentar
Penulisan markup di komentar