Legenda Tadulako Sulawesi Tengah

01:17:00


Tadulako
Dari sekian banyak hasil peninggalan masa Megalitik di Behoa, ada sebuah patung peninggalan purba yang menunjukkan patung manusia tegak lurus dengan langit, tingginya 2 meter. Patung itu memiliki energi secara kultural dan filosofi bagi etnis Kaili, Kulawi, Napu, Behoa, Bada, Mori dan Pamona di Sulawesi Tengah. Secara arkeologi dan antropologi dari peninggalan Megalitik tersebut menjadikan penelusuran awal untuk memahami asal-usul istilah Tadulako yang menjadi legenda. Bagi masyarakat, Tadulako melambangkan pemimpin perang yang penuh kharisma, ksatria, perkasa, adil, dan bijaksana.  Di sekitar patung Tadulako terdapat dua buah Kalamba yang berukuran besar, satu terbuka dan satunya tertutup.

 Kalamba yang terbuka berisi air hujan, sedang yang tertutup tidak diketahui isi dalamnya karena materi batu yang sangat berat hingga tidak pernah dibuka. Sehingga semakin menambah misteri apa yang terdapat di dalamnya, kecuali beberapa kalamba tanpa penutup di ekitar Lembah Behoa sudah diketahui, diantaranya berupa tulang-tulang manusia yang pada tahun 2000 tulang-tulang tersebut di bawa ke Jakarta oleh tim peneliti kepurbakalaaan.

Tadulako adalah ksatria yang jasa-jasanya menyatukan suku-suku yang dulunya bertikai kini menjalin kekerabatan. Oleh masyarakat Behoa dibuatlah Patung Megalit Tadulako di bukit Bulili, Desa Doda Kecamatan Lore Tengah.

Tadulako secara harfiah adalah gelar yang diberikan kepada pemimpin karena keberanian dan kepahlawanan membela tanahnya.

Cerita Tadulako Doda
Alkisah, di Desa Doda hidup suami istri yang cukup lama belum dianugrahi anak, dengan doa dan takdir cinta mereka dikaruniai seorang putra. Mereka memberinya nama Lengkatuwo. Lengka artinya purnama dan tuwo artinya hidup. Bila dipadankan dua kata tersebut bermakna hidup sempurna. Lengkatuwo ini adalah nama lain dari Tadulako.

Waktu demi waktu berlalu Tadulako beranjak dewasa berbagai ilmu kanuragan, beladiri, menombak dan memanah ia kuasai dengan detil. Keahliannya itu cepat tersebar ke berbagai kampung. Suatu waktu, ia diundang untuk membantu suku Bada menghadapi serangan orang-orang Waebonta di wilayah Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Sebelum berangkat ke medan perang, ibunya berpesan bila selesai tugas cepat pulang, sebab tunangannya sudah menunggu di tanah kelahiran.

Tadulako melawan para musuhnya diakhiri dengan kemenangan demi kemenangan. Bahkan perdamaianpun terjalin, sehingga orang Bada merasa berhutang budi padanya. Ia diminta untuk menikahi putri raja    yang jelita dan menetap di Bada. Dilema terjadi dalam diri Tadulako. Namun ia putuskan untuk menerima pinangan itu.

Suatu hari tadulako bersama istrinya yang hamil pulang ke Behoa. Kedatangannya dijemput dengan upacara kebesaran sebagai ksatria perang, meski demikian orangtuanya kecewa terlebih sang kekasih yang sudah lama menunggu. Beberapa waktu kemudian, Tadulako bertandang ke rumah kekasih lamanya yang saat itu sedang asik menumbuk padi dengan lesung. Tiba-tiba saja,sang mantan yang murka itu menghujamkan alu ke kepala Tadulako. Tak ayal, Tadulako yang terkenal sakti tersungkur ke tanah. Pendudukpun gempar, ahli perang yang tak mudah ditaklukan musuh-musuhnya tewas di tangan seorang wanita.

Meskipun cerita legenda di atas berakhir tragis, kita dapat Memetik pelajaran dari sikap pantang menyerah Tadulako dalam menghadapi musuh-musuhnya.


Cerita Tadulako Bulili
Di desa suatu desa bernama Bulili hiduplah 3 orang tadulako atau panglima perang. Mereka masing-masing bernama: Bantaili, Makeku dan Molove. Mereka terkenal sangat sakti dan pemberani. Tugas utama mereka adalah menjaga keselamatan desa itu dari serangan musuh.

Pada suatu hari Raja Sigi mempersunting seorang gadis cantik Bulili. Mereka tinggal untuk beberapa bulan di desa itu hingga gadis itu mengandung. Pada saat itu Raja Sigi meminta ijin untuk kembali ke kerajaannya. Dengan berat hati perempuan itu melepas suaminya.


Sepeningal Raja Sigi itu, perempuan itu melahirkan seorang bayi. Pemuka-pemuka Bulili lalu memutuskan untuk mengirim utusan untuk menemui suami perempuan itu. Utusannya adalah tadulako Makeku dan Bantaili.

Sesampainya di Sigi, mereka bukannya disambut dengan ramah. Tetapi dengan sinisnya raja itu menanyakan maksud kedatangannya. Mereka pun menguraikan maksud itu. Mereka menyampaikan bahwa mereka diutus untuk meminta padi di lumbung untuk anak raja yang baru lahir.

Dengan congkaknya raja Sigi menghina mereka. Ia lalu berkata pada Tadulako itu: "kalau mampu angkatlah lumbung padi di belakang rumah." Dengan marahnya Tadulako Bantaili mengeluarkan kesaktiannya. Ia pun lalu mampu memanggul lumbung padi besar yang dipenuhi oleh padi. Biasanya lumbung kosong saja hanya akan bergeser kalau diangkat oleh puluhan orang.

Makeku berjalan di belakang Bantaili untuk mengawal lumbung padi itu. Dengan sangat geram Raja Sigi memerintahkan pasukannya untuk mengejar mereka. Pada suatu tempat, terbentanglah sebuah sungai yang sangat lebar dan dalam. Dengan mudahnya mereka melompati sungai itu. Meskipun sambil menggendong lumbung padi, Bantaili berhasil melompatinya tanpa ada banyak ceceran beras dari lumbung itu. Sedangkan pasukan yang mengejar mereka tidak berani melompati sungai yang berarus deras. Mereka akhirnya kembali ke Sigi dengan kecewa.


Photo: tikateacool.wordpress.com
Sumber: bimbimm24.wordpress.com
               linopadeihina.blogspot.co.id

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © Simple SEO ✔