Upik Bilik, # 1 Surau Banda

06:25:00


Upik Bilik 

# 1: Surau Banda


Sengaja Malin Ameh bangun di tengah malam, lebih dini sebelum waktu sembahyang subuh tiba. Dia tinggalkan istrinya yang masih tidur pulas di atas pembaringan. Lekas dia keluar dari kamar untuk menyalakan lampu penerangan ruang tengah dan ruang belakang. Udara pada dini hari waktu itu masih sangat teramat dingin. Rasanya suhu dingin udara di pagi buta itu mampu membekukan air yang tergenang di dalam tempat penampungan. Namun hal itu tidak menjadi perintang niat Malin Ameh untuk tetap pergi ke belakang. Lantas Malin Ameh masuk ke jamban, melepaskan hajat yang dari tadi dia tahan dan tidak lama kemudian mengambil air wuduk dari dalam tong yang terbuat dari drum oli bekas yang di potong setengah.



Keluar dari jamban laki-laki yang masih saja belum jadi ayah itu masuk ke ruang tengah. Digapainya seperangkat alat sholat yang sudah terlipat rapi di atas sajadah, lalu dia letakan peci hitam di kepala. Malin Ameh hendak segera melaksanakan sholat tahajud waktu itu. Sebelum itu dia perhatikan waktu yang tertera pada jam dinding. Hari masih pukul jam 4 pagi. Masih ada waktu satu jam lagi bagi Malin Ameh untuk menunaikan sholat tahajud empat rakaat, dan setelah itu dia habiskan waktu untuk berzikir, bertafakur, lebih mendekatkan diri lagi kepada sang pencipta sembari menunggu waktu sholat Subuh tiba.



Pukul 5 kurang seperempat Malin Ameh menutup tirakatnya. Lantas dia masuk lagi ke kamar tidur, membangunkan istrinya yang masih saja meringkuk di bawah kain selumut. “Nur…. bangunlah. Mari kita pergi ke surau” Berkata Malin Ameh dengan lembut dan penuh kasih sayang membangunkan Nurbaiti sambil mengusap pinggul istrinya ramping.



Dengan sabar dia tunggui Nurbaiti bangkit dari atas ranjang. Memang sudah pada waktunya bagi Nurbaiti untuk bangun. Tanpa bicara sepatah kata pun Nurbaiti sudah tahu apa yang akan dia lakukan setelah bangun. Perempuan muda itu langsung berkemas mengenakan kain dan mukenah. Tidak seperti suaminya yang biasanya bangun tidur langsung pergi ke jamban. Bagi Nur sendiri, urusan jamban bisa dilakukan nanti saja di pincuran yang berada tepat di belakang surau.



Suaminya telah berdiri di tangga rumah, menunggu Nurbaiti keluar sambil memegang sebuah senter, kunci dan gembok di tangan. Berjalanlah pasangan suami istri muda itu menuju ke surau, setelah meninggalkan kediaman tempat tinggal mereka dengan keadaan pintu sudah dipasak dan digembok.



Subuh waktu itu masih sangat gelap gulita dan dingin membeku. Belum ada cahaya penerangan terpasang di jalan setapak yang menuruni lereng tebing rendah menuju ke sebuah surau. Dengan cahaya senter berkekuatan 4 batu batrai Malin Ameh menuntun istrinya berjalan di depan melewati jalan setapak yang gelap dan hanya ada satu-satunya sebagai akses penghubung antara pemukiman penduduk dengan surau.



Sampai di surau kedua suami istri itu belum menemukan ada seorangpun di tempat ibadah itu. Bergegas Malin Ameh membuka pasak pintu surau yang memang tidak di kunci oleh gembok. Hanya sebuah kayu balok panjang melintang yang dipakai sebagai pasak supaya ke dua daun pintu surau tidak mudah terbuka.



Dari depan pintu pincuran, Nurbaiti berkata dengan suara agak keras kepada suaminya yang telah berada di dalam surau, sedang mencari-cari saklar lampu. “Uda lekaslah hidupkan lampu di pincuran, gelap sangat di sini, saya sudah tidak tahan lagi” Memang Nurbaiti sudah tidak sabar lagi ingin kencing, dari tadi dia sesak menahan air seni di dalam ari-arinya perutnya.



Begitulah kemudian semua lampu penerangan surau dinyalakan oleh Malin Ameh, termasuk juga lampu yang terpasang di pincuran. Tidak lama menunggu, terdengar oleh Nurbaiti, ketika dia yang sedang jongkok di bawah aliran air pincuran yang mengucur deras dan dingin, suara azan Subuh yang dikumandangkan oleh suaminya dari dalam surau melalui mic pengeras suara. Cepat-cepat Nurbaiti menyelesaikan urusannya di dalam pincuran dan bergegas masuk ke surau dalam keadaan yang sudah suci.



“Asshola tukhairum minan naum, asshola tukhairum minan naum” Keras dan lantang Malin Ameh menyerukan panggilan mendirikan sholat Subuh kepada seluruh penduduk yang menghuni kampung Mudik, kampung yang terletak di bagian sebelah barat lereng gunung Marapi, Sumatera Barat. Tidak lah ramai orang yang menetap di kampung itu. Pada masa itu hanya ada terdapat tiga kelompok kaum saja yang dari turun temurun mendirikan pemukiman di kampung Mudik tersebut, yaitu kaum suku Guci, Jambak dan Sikumbang. Dan masing-masing kaum memiliki satu buah rumah gadang sendiri.



Setelah azan dikumandangkan oleh Malin Ameh maka satu persatu cahaya penerangan mulai menyala dari rumah-rumah warga yang masing-masingnya berjarak cukup jauh karena terpisahkan oleh parak, ladang dan sawah. Orang-orang kampung Mudik yang terbiasa sembahyang berjamaah ke surau akan bergegas meninggalkan rumah mereka masing-masing dan berjalan menuju ke tempat ibadah, melintasi hawa dingin lereng gunung Marapi yang dapat menusuk hingga ke tulang. Walaupun menggigil badan, tidaklah mereka hiraukan, karena udara dingin memang sudah jadi makanan mereka sehari-hari. Mereka tetap melangkah menuju ke surau, untuk menunaikan sholat subuh berkaum, bersama-sama sanak saudara, kerabat, ipar, kemenakan, cucu dan menantu.



Tua, muda, kecil, laki-laki dan perempuan, orang-orang di kampung Mudik yang tidak seberapa orang jumlahnya itu memang rutin pergi sembahyang berjamaah ke surau. Di “Surau Banda” begitulah mereka menyebut tempat ibadah yang dulu telah didirikan oleh para tetua dari ke tiga kaum di kampung mereka. Di namakan sebagai surau Banda adalah karena letak surau itu memang bersebelahan dengan banda,kalau orang Minangkabau menyebut banda berarti itu adalah parit, atau sebuah sungai kecil yang mengalir tepat di dasar tebing rendah dimana lokasi tempat surau itu berdiri.

Tidak terkecuali juga ada seorang anak gadis kecil, masih berusia 8 tahun, dia adalah si “Upik Bilik” begitu panggilan biasa orang-orang di kampung Mudiak kepada diri si gadis kecil itu. Upik Bilik adalah kemenakan kontan dari Malin Ameh. Anak perempuan satu-satunya, penyambung keturunan dari mendiang almarhumah kakak perempuannya yang benama Mariam. Dia lah si gadis malang, anak yatim piatu yang diasuh dan dibesarkan oleh Malin Ameh beberapa tahun terakhir semenjak ayah kandung anak itu pergi pula menyusul istrinya, ibunda si upik ke alam bakha. Tiada lagi bagi si upik tempat bergantung, melainkan kepada mamak satu-satunya, si Malin Ameh, atau si upik biasa memanggil diri si mamak dengan sebutan mak etek.



Upik Bilik taat menjalankan perintah agama. Setiap kali Upik mendengar suara azan berkumandang dari surau banda, maka Upik akan bergegas turun dari rumah gadang, berlari lincah menyusuri pematang sampai ke penurunan tebing sambil mengenakan kain dan mukenahnya pergi ke surau banda untuk menunaikan ibadah sholat fardhu.



Seperti biasa, beberapa saat setelah azan dikumandangkan, satu persatu orang-orang, laki-laki dan perempuan sudah mengisi shaf masing-masing. Adalah kebiasaan Malin Ameh berdiri di shaf paling depan sambil menengok kebelakang, tepat ke arah shaf perempuan, matanya mencari-cari apakah si kecil upik sudah datang atau belum. Biasanya si upik berdiri dekat pintu bagian belakang surau. Karena dia masih anak kecil maka shaf baginya adalah barisan paling belakang. Memang diketahui oleh para jama’ah bahwa dari sekian banyak anak kecil perempuan di kampung Mudik, si Upik Bilik adalah anak gadis kecil yang paling rajin sembahyang ke surau. Bahkan kalau si Upik Bilik belum datang sebagian dari ibu-ibu akan bertanya kemana si Upik, mengapa belum juga datang ke surau. Maka puaslah hati Malin Ameh beberapa saat kemudian si Upik muncul menampakan batang hidungnya bersama beberapa orang perempuan masuk ke dalam surau untuk menunaikan sholat shubuh pada waktu itu. Bergegas Malin Ameh qomat lalu kemudian melangkah ke depan untuk menjadi imam sholat ketika waktu itu. (Bersambung, oleh Lucky Lukmansyah).




Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © Simple SEO ✔