Darah naga merupakan istilah paling populer di pasar Internasional untuk serbuk buah rotan, atau dikenal pula dengan istilah Buah Jernang (Daemonorops Draco BL), buah rotan jenis ini tidak begitu populer dikalangan dunia Budidaya Pertanian, karena memang ia tergolong buah yang "Misterius", dan tidak semudah membalik telapak tangan untuk membudidayakannya lalu membuatnya tumbuh menjadi rotan yang menghasilkan Buah Jernang.
Dari catatan perjalanan Zulfadli Adha pada 12 bulan Februari lalu di pedalaman Sumatera Barat, tepatnya di wilayah hutan Kabupaten Dharmasraya dan Solok Selatan, menyisakan sedikit cerita tentang bagaimana buah rotan ini diolah dan "disaktikan" oleh kelompok Suku Kubu di pedalaman rimba tersebut.
(Menikmati semangkuk bubur sebelum next step di hutan banai, Foto : Koleksi Zulfadli Adha) |
Suku Kubu atau yang lebih populer dikenal dengan suku anak dalam (SAD), merupakan suku pedalaman yang menggantungkan seluruh hidupnya dari hasil hutan, baik itu hewan liar sebagai buruan, buah-buahan hutan dan “hal-hal lain” yang diproduksi oleh hutan.
Sebagai suku yang memanfaatkan hasil hutan, salah satu tanaman yang dimanfaatkan suku kubu sebagai sumber pendapatan adalah buah rotan, atau lebih dikenal dengan buah jernang.
(Idar bersama anak perempuannya yang tidak atau belum diberi nama : Foto - koleksi Zulfadli Adha) |
Bagi kalangan usahawan buah jernang dimanfaatkan sebagai bahan mentah berbagai produk, diantaranya untuk obat-obatan, bahan pewarna, dan lain sebagainya, di pasar Internasional hasil ekstrak buah ini diekspor ke berbagai Negara, seperti ke China, India, Malaysia, dan Jepang, pemasaran getah jernang seperti diatur oleh Negara Indonesia dalam Permendag No 12 tahun 2012 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan Untuk Penghitungan Provisi Sumber Daya Hutan, harga getah ini dibandrol antara Rp 750.000/kg, namun terkadang harga ini menjadi berbeda di kalangan toke pengumpul yakni berkisar antara Rp 700.000 s/d Rp 1.000.000/kg, tergantung kualitas yang dihasilkan.
(Namanya Agus, tatapannya sungguh tajam seakan menguliti apa saja yang ada didepannya termasuk kami, Foto : koleksi - Zulfadli Adha) |
Tanaman rotan penghasil buah jernang bagi Suku Kubu sangat sensitive, mengingat pesaing mereka dalam mendapatkannya tidak hanya dari sesama kalangan Suku Kubu, namun juga dari orang luar (masyarakat kampung), karena itu biasanya ketika musim buah jernang suku ini sibuk didalam hutan dan mereka semakin sulit ditemukan.
Mak Marni salah seorang dari komunitas Suku Kubu pernah mengatakan, sulit untuk membudidayakan rotan penghasil jernang ini, sebab belum tentu setiap bibit yang ditanam tersebut menghasilkan buah jernang, karena itu yang bisa mereka lakukan hanyalah menjaga agar tumbuhan tersebut tidak ditebang, dan “menjaganya” dari pandangan orang luar.
Karena banyaknya pesaing dari orang luar, biasanya kelompok suku kubu lebih awal menjaga “Permata” mereka ini, dimana biasanya musim jernang pada bulan September – Desember, mereka mulai berpindah masuk lebih dalam lagi di hutan pada bulan agustus.
Ekstraksi buah jernang oleh suku kubu biasanya dilakukan dengan cara ekstraksi kering, berikut ini cara ekstraksi buah jernang yang biasa mereka lakukan.
Cara pengolahan ekstraksi buah jernang
Alat dan bahan : ambung (keranjang rotan), kayu penumbuk, lembaran plastik untuk penampung.
- Buah jernang dilepaskan dari tandannya
- Buah jernang kemudian dimasukkan kedalam ambung
- Kemudian ditumbuk perlahan-lahan
- Jernang yang keluar melalui celah-celah ambung ditampung dengan plastik
- Serbuk hasil ekstraksi dimasukkan kedalam plastik, lebih kurang tiga puluh menit hasil ekstraksi akan mengeras dan menggumpal.
(Cara ekstraksi buah jernang oleh suku kubu, Foto : Jurnal Tatok K Waluyo) |
Sumber pustaka yang kami telusuri dari penelitian Tatok K Waluyo (TEKNIK EKSTRAKSI TRADISIONAL DAN ANALISIS SIFAT-SIFAT JERNANG ASAL JAMBI), menemukan bahwa tidak semua jenis rotan menghasilkan buah jernang, rotan yang menghasilkan buah jernang diantaranya adalah, Daemonorops draco BL.; D. draconcellus BECC.; D. mattanensis BECC.; D. micrantus BECC.; D. motleyi BECC.; D. propinquess BECC.; D. rubber BL.; D. sabut BECC.; D. micracanthus BECC. dan lain-lain Jenis-jenis tersebut tersebar di pulau Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu), Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
Kondisi miris yang teramati dari kondisi kehutanan wilayah Sumbar, disamping penggerusan buah langka rotan yang menjadi komoditi Internasional ini, perlahan namun pasti hutan-hutan adat yang ada di pedalaman Sumatera Barat, sedang menghadapi Intimidasi alih fungsi lahan dari hutan alami kepada kapitalisme perkebunan, dan kondisi tersebut sama sekali tidak adil bagi kehidupan manusia jenis lain di muka bumi ini - Suku Kubu, khususnya di hutan pedalaman Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasraya.
*Credit : Tatok K Waluyo, SSS - Pundi Jambi, Tuah kepri, Perkumpulan Peduli Dharmasraya, Kompasmusafir-Club.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar