Satu Pelajaran Dipetik Dari Mudik Tahun Lalu

21:09:00

Cerita Orang Padang

Satu Pelajaran Dipetik Dari Mudik Tahun Lalu

Selamat pagi sobat pembaca yang budiman, dimanapun anda berada. Saya doa kan anda semua selalu dalam keadaan sehat wal afiat, dan semua pekerjaan serta usaha anda lancar, rejekipun lancar. Apalagi bagi para kaum muslimin dan muslimat yang sedang menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan ini, semoga amal soleh yang anda kerjakan di bulan ini dibalas berlipat ganda oleh Allah swt.

Baiklah para pembaca yang budiman. Ini hari tanggal 29 Juli 2016, berarti ada 6 hari lagi menuju hari besar, hari kemenangan umat muslim, meraih kemenangan di hari yang suci, Idul Fitri, hari lebaran, setelah selesai beribadah puasa sebulan penuh menahan nafsu, menahan sikap dari perbuatan dosa.

Mulai tanggal 1 Juli 2016 besok adalah cuti bersama menyambut lebaran Idul Fitri. Semua orang muslim yang tinggal di kota-kota besar mungkin sebagian besar akan mudik pulang ke kampung mereka masing-masing.

Bicara mengenai mudik atau persiapan lebaran saya ada punya cerita. Saya punya pengalaman beberapa tahun yang lalu tentang seorang kawan yang sama-sama merantau dengan saya di negeri yang jauh dari kampung halaman.

Yah memang kami orang Padang. Orang-orang di kampung kami memang suka merantau mencari penghidupan ketempat-tempat yang jauh. Saya dan kawan saya pun juga coba pula merantau, kami tinggalkan kampung halaman, sanak famili dan handai tolan beranjak ke negeri orang.

Butuh waktu berhari-hari meninggalkan kampung, kota Padang tercinta untuk sampai ke kota tujuan, yaitu Pekanbaru, bila ditempuh dengan jalan kaki. Tidak kami tidak melakukan hal bodoh itu, kami tentu naik travel saja ke Pekanbaru. Dengan ongkos 150,000 Rupiah, dalam 6 jam kami sudah sampai di tempat tujuan.

Kawan saya bernama Eko. Dulu 5 tahun yang lalu saya dan Eko tinggal di Pangkalan Kerinci, Pelalawan. Eko memang lebih beruntung dari saya. Beberapa bulan Eko tinggal di Pangkalan Kerinci dia langsung mendapatkan kerja. Sedangkan saya masih ngap-ngapan, mencari kerja kesana kemari. Eko kerja perusahaan RAPP, perusahaan penghasil kertas. Kata dia gaji yang dia peroleh lumanyan besar, diatas 4 juta Rupiah perbulan, belum lagi ditambah dengan bonus kerja. Wow, alangkah beruntungnya nasib si Eko.

Setelah dua tahun si Eko kerja di pabrik itu, seorang perempuan asal Bukittinggi tertarik kepadanya. Perempuan itu juga bekerja, sebagai seorang bidan PTT di Pangkalan Kerinci. Akhirnya Eko dan wanita itu menikah. Setelah menikah mereka tinggal berdua disebuah rumah kontrakan.

Waktu itu saya sendiri masih luntang-lantung mencari penghidupan yang lebih baik. Sementara waktu saya bertahan sebagai guru bahasa Inggris, mengajar di sebuah kursus. Gaji yang saya terima, cuma bisa saya bilang “lumayanlah”. Kalau saya hemat saya bisa bertahan sampai tanggal 30, kalau tidak, tanggal 15 saya sudah kas bon pada si boss.

Tibalah saya dan Eko di suatu masa bulan Ramadhan. Biasanya memang pada setiap bulan Ramadhan menjelang lebaran keinginan untuk mudik itu sangat kuat sekali. Saya putuskan juga untuk mudik seminggu sebelum lebaran.

Biasalah kalau setiap mengahadapi lebaran adik-adik saya akan sering nelpon saya. Mereka mintak dibelikan ini dan itu, kalau tidak sempat yah kirim saja uang ke Padang. Yah namanya kakak, tentu sangat sayang sama adik-adik, dan pasti akan menyanggupi kemauan mereka. Akhirnya saya coba kas bon kepada boss sebesar 1,500,000, tambah uang THR dari dia sebesar 500,000, jadi tolah uang yang saya peroleh untuk hari raya Idul Fitri adalah 2 juta Rupiah. Alhamdulliah, sangat saya syukuri hal itu.

Tadi kita barusan bicara tentang uang, atau modal untuk berlebaran. Kalau bicara tentang uang tentu tidak jauh kaitannya dengan cara, cara bagaimana mendapatkan uang tersebut. Saya dengan terus terang tadi saya bilang “kas bon” atau pinjam dulu ke bos. Modal persiapan lebaran juga terkait dengan gengsi, harga diri sebagai orang yang sudah mandiri dan menghasilkan. Begitulah pengalaman saya dulu menyambut lebaran, dengan rela saya kirimkan uang 1,5 juta ke kampung untuk keperluan adik-adik berlebaran dan sisa uang hanya 500,000 Rupiah dikantong untuk mudik.

Lain halnya dengan cerita si Eko, sahabat saya yang lebih beruntung dari saya. Pada waktu akan mudik Eko bilang ke saya bahwa dia akan mudik dengan istrinya pada hari kedua sebelum lebaran. Sebenarnya saya mau ngajak dia mudik bareng-bareng naik travel. Tapi si Eko bilang dia sudah punya rencana lain buat mudik. Dia telah mencarter mobil kawannya untuk keperluan lebaran selama 10 hari. Sebuah mobil Avanza hitam, plat B keluaran 2010 disewa sebesar 2.5 juta selama 10 hari. Eko menawarkan kepada saya untuk pulang bareng. Sebenarnya saya ingin ikut, tapi sayang schedule kami tidak pas, akhirnya saya naik travel saja ke Padang.

Pas dihari lebaran Eko nelpon saya, mohon maaf lahir batin katanya, di juga bilang ke saya supaya saya datang ke rumahnya. Akhirnya saya juga jadi datang ke rumah Eko pada hari kedua lebaran, rumahnya di Penggambiran, tidak jauh dari tempat saya.

Saya hadir dalam kerumunan keluarga besar Eko pada lebaran waktu itu. Eko dan istrinya adalah sebagai tuan rumah pada waktu itu, bukan orang tuanya atau kakak-kakaknya. Saya lihat ponakan Eko sudah pada berbaris di depannya ngantri menerima salam tempel. Anak-anak itu senang sekali, termasuk juga yang masih bayi dan yang imut-imut, lucu juga kebagian. Yang tua juga tidak mau ketinggalan, uni-uni dan etek-etek juga pengen mendapatkan salam tempel dari Eko, tentu kalau kepada yang tua jumlah nominal nya jauh beda dengan yang masih anak-anak.

Karena saya memang orang yang solider dengan kawan, besok Si Eko minta kepada saya untuk menyopiri dia pulang ke rumah mertuanya di Bukittinggi, sekaligus membawa ayah, ibu dan para keponakannya jalan-jalan ke Bukittinggi. Saya sanggupi juga kemauan dia.

Wahdalah, ampun, mobil Avanza plat B itu jadi sempit dan panas ketika semua orang telah naik ke dalamnya. Semua dengan sukaria mau berdesak-desakan. itu masing-masing bangku belakang Avanza di isi sampai 5 orang, padahal cuma bisa untuk 3 saja.

Perjalannan ke kota Bukittinggi ditempuh lewat Pariaman, biasanya cuma butuh waktu 2,5 jam ke kota itu. Namun karena waktu itu hari raya, jalannan jadi macet, mobil jalan terseok-seok. AC harus nyala lebih kuat melawan hawa panas dari dalam dan dari luar mobil. Dengan sabar akhirnya kami sampai di Bukittinggi jam 4 sore, padahal berangkatnya sudah sejak pukul setengah 8 pagi tadi. Sampai di tempat tujuan, di rumah keluarga istri si Eko, saya lihat amper minyak sudah rest, padahal tadi di isi full sebelum berangkat.

Saya tinggalkan si Eko dengan urusan keluarganya di rumah keluarga istrinya. Saya pergi keluar untuk isi bensin lagi. Sambil mengendarai mobil ke pom bensin saya banyak pikiran tentang si Eko. “Wah parah, banyak sekali si Eko menghabiskan uang untuk lebaran kali ini, mungkin 5 juta sudah tandas dalam dua hari, belum lagi uang sewa mobil dan besin, wah parah” saya hanya geleng-geleng kepala dibuatnya.

Selesai lebaran saya kembali ke Pangkalan Kerinci, ikut dengan Eko dan istrinya, sekaligus jadi sopirnya lagi. Beruntung saya dapat tumpangan gratis balik ketempat kerja. Pada hari kerja si boss nanya ke saya tentang suasana lebaran di Padang, apakah senang lebaran bersama keluarga di Padang. Tentu saya jawab senang. Namun dibalik pertanyaan, senyuman si boss serta lirik matanya, mengisyaratkan satu kalimat, yaitu “Bulan ini kamu hanya menerima 500,000 saja” Ha ha ha, saya hanya tertawa di hati, saya sudah komit menanggung hutang 1,500,000 setelah lebaran.

15 hari kemudian, si Eko dengan cengar-cengir, tumben-tumbenan datang mengunjungi saya di tempat kursus, biasanya gak pernah, saya jadi kaget di buatnya. Tapi saya punya feeling tentang apa tujuan si Eko datang. Memang akhirnya dia berterus terang ingin pinjam uang ke saya sebesar 1 juta, dengan alasan motornya sedang dibengkel, rusak berat katanya. “Wahdalah, parah...... Jangankan uang 1 juta, buat beli rokok saja gak ada” begitu jawab saya. Akhirnya Eko balik pulang jalan kaki dengan menggosok-gosok kepala.

Sudah, begitulah ceritanya para sobat pembaca yang budiman. Jadi pesan moral yang terdapat pada cerita saya kali ini tentu dapat anda tangkap sendiri. Tapi barang sedikit tentu perlu juga saya sampaikan. Memang ternyata gengsi itu dapat merusak keadaan, dan dapat pula merugikan diri sendiri. Apalah gunanya memperturutkan gengsi dan kemauan orang banyak. Guna membuat hati orang dan keluarga jadi senang serta bangga kepada kita, maka kita akan rela menjadi susah sendiri di kemudian hari. Apakah orang-orang itu tau kalau kita sedang susah dirantau? atau yang paling parahnya, kita tidak makan? Tentu tidak. Mereka tetap akan berpikir bahwa kita adalah orang yang sukses dan sejahtera hidup dirantau. Tahun depan mereka tentu akan berharap kita datang lagi ke kampung dengan memperlihatkan keadaan yang jauh lebih baik dari tahun yang sebelumnya. Kemarin kita pulang dengan mobil sewaan, kalau bisa besok pulangnya dengan mobil milik sendiri. Yah begitulah umumnya kemauan semua orang. Turutilah itu kalau anda sanggup. Baiklah para sobat pembaca yang budiman, sekian dulu ceritanya. Semoga ada manfaat dari cerita yang telah saya sampaikan tadi. Salam sukses dan sejahtera semua, terutama bagi para perantau yang sebentar lagi akan mudik. Doa saya semoga anda selamat dalam perjalanan pulang ke kampung hingga kembali lagi ke tempat kerja. Wasalam. (Lucky Lukmansyah)


Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © Simple SEO ✔