Padang: Firdaus Tukang Pungut Sampah Dicinta Warga

17:17:00

(Photo oleh Lucky L: Pak Firdaus sedang dalam bertugas menjemput sampah di rumah warga)


Salam sobat pembaca. Sekarang adalah hari Jumat, tanggal 24 Juni 2016, Subuh, pas saya baru saja selesai sahur, persiapan untuk puasa Ramadhan. Sengaja saya menulis pagi-pagi sekali begini, dikarenakan hari ini adalah Jumat, nanti siang akan pergi sholat Jumat dan lagian ada banyak urusan dengan keluarga juga, jadi agak sempit sekali waktu buat menulis hari ini.

Baiklah sobat pembaca, saya akan mulai bercerita kepada anda, ini adalah cerita tentang seorang bapak yang ada dalam kehidupan saya, di dilingkungan tempat tinggal saya, yaitu di desa Sungai Sapih, kota Padang. Sungai Sapih adalah sebuah wilayah sub urban, wilayah sub urban yang baru saja berkembang sekitar tujuh tahun terakhir, tepatnya sejak dari tahun 2009, pada pada waktu setelah gempa Magnitude 7,8 SR mengguncang kota Padang dan mengkibatkan ribuan nyawa melayang juga puluhan ribu bangunan rusak.

Firdaus adalah nama bapak yang maksud. Dia berumur sekitar 40 tahunan. Dia ayah dari 3 orang anak. Dia adalah sebagai tulang punggung utama bagi keluarganya, karena istri tidak bekerja, hanya mengurus anak dan rumah tangga, sementara anak yang paling besar, laki-laki tidak sekolah lagi dan tidak pula bekerja, alias pengangguran karena dia tidak mempunyai kepandaian apa-apa.

Sebelum saya mengenal Firdaus, dulu dia adalah seorang yang mencari nafkah dengan memulung, mengumpulkan barang-barang bekas, seperti sampah plastik, kertas, karton, besi, botol dan lain-lain. Intinya dia setiap hari pergi mengayuh becak roda tiganya untuk mencari dan mengumpulkan barang yang dapat didaur ulang, dan kemudian dia jual ketempat penampungan langganannya.

Menurut Firdaus dulu besi adalah barang komoditi yang paling dicari dalam usaha memulung, karena harganya mahal, yaitu bisa mencapai 4000 hingga 5000 rupiah per kilo paska gempa 2009. Waktu itu dimana-mana banyak besi berserakan di kota Padang, sisa-sisa dari pekerjaan pembongkaran bangunan, atau rekonstruksi paska gempa.

Namun sangat disayangkan, masa-masa terbaik untuk mengumpulkan besi itu hanya berlangsung sebentar saja, masuk tahun 2011, besi sudah menjadi barang yang susah didapatkan di Padang, khususnya di daerah Sungai Sapih, wilayah dimana Firdaus biasa beroperasi dengan becaknya. Dari TPU (tempat pembuangan umum) ke TPU lain, Firdaus mengayuh becaknya agar dia biasa mengumpulkan banyak barang, dan bisa mendapatkan dari barang-barang tersebut.

Karton, kertas, plastik, dan kaleng minuman bahan almunium adalah barang yang paling banyak dia dapatkan dalam kerja memulung setiap hari. Kesemua jenis barang itu adalah sangat murah harganya, dan sangat ringan pula masa jenisnya di timbangan neraca. Jadi kalau Firdaus ingin mendapatkan uang yang lebih dari barang-barang seperti itu, maka dia harus mengumpulkan sebanyak-banyaknya, lalu menyusun dan memasukan barang-barang tersebut kedalam karung, dan apabila karung-karung telah penuh, karung yang berisi maka dia tumpuk di atas becak hingga menjulang tinggi, lalu dikat dengan tali agar tidak lepas atau terjatuh dari becak kalau sedang berjalan.

Palingan Firdaus hanya bisa mendapatkan uang maksimal 100.000 Rupiah dalam satu hari, dari pagi hingga senja hari. Lagi pula penghasilan itu tidak rutin dan tidak pula menentu rejeki yang dia peroleh dari pekerjaan memulung. Apalagi kalau cuaca hujan, maka Firdaus tidak pergi bekerja. Intinya, sebelum saya mengenal Firdaus, bapak 3 orang anak ini adalah dalam keadaan uring-uringan, susah dalam pekerjaan, sebentar-sebentar pusing dan gelisah karena penghasilan tidak menentu, keluarga butuh makan, anak-anak butuh biaya sekolah.

Beruntunglah Firdaus, pada masa awal tahun 2015 yang lalu, laki-laki usia 40an tahun ini akhirnya bisa merubah keadaan ekonomi keluarganya ke posisi yang aman.  Dia bisa mendapatkan penghasilan tetap perbulan sekaligus pekerjaan memulung tetap masih dia lakoni.

Baiklah sobat pembaca, tentu anda penasaran sekali dengan apa yang telah terjadi dengan bapak Firdaus ini sekarang. Marilah kita teruskan ceritanya.

Seperti yang saya telah jelaskan dia atas sebelumnya, bahwa desa Sungai Sapih adalah sebuah wilayah sub urban yang baru berkembang di wilayah kota Padang. Di Sungai Sapih terdapat banyak sekali komplek-komplek perumahan baru. Mulai dari komplek tipe RSS (rumah sangat sederhana) sampai ke komplek perumahan mewah atau resident.

Desa Sungai Sapih sekarang telah padat dan sarat dengan perumahan, tanah dan sawah sudah terkapling-kapling dimiliki oleh para developer. Desa yang dulunya sepi dan lengang sekarang telah ramai oleh masyarakat pendatang, dan banyak pula sampahnya. Setiap hari mungkin ada tonan jumlah sampah yang dikeluarkan oleh sekian banyak komplek dan rumah warga yang tinggal di Sungai Sapih. Biasanya, dulu kami setiap hari sambil pergi kerja, kami harus menyempatkan membawa kantong yang sudah penuh dengan sampah ke dalam bagasi mobil atau digantung di kendaraan roda dua. Sambil jalan ke kantor, nanti apabila bertemu dengan tong TPU makan kami berhenti disitu untuk membuang sampah. Sukur-sukur kalau ingat ada membawa sampah di dalam bagasi mobil. Kalau lupa? Wah parah, akan ada datang masalah baru, yaitu sore hari apabila mau balik ke rumah, itu mobil sudah seluruhnya bau dan busuk, bisa mual didalamnya, kerena ada sampah tertinggal di dalam bagasi mobil. Jadi timbul masalah baru di buatnya, masalah sampah belum terselesaikan masalah baru sudah muncul pula. Maka itu sampah harus segera secepatnya dibuang ke tong sampah terdekat, dan mobil harus segera dicuci, kalau tidak sempat cuci sendiri masukan saja mobil itu ke car wash. Jadi keluar biaya lagi gara-gara lupa buang sampah. 

Begitulah masalah sampah yang sering kami alami setiap hari, dulu. Maksudnya dulu sebelum kami mengenal Firdaus. Kini keadaan sudah jauh berbeda, khususnya komplek tempat tinggal saya. Kami tidak ada lagi punya problema dengan sampah. Sekarang ada bapak Firdaus. Semua sampah di komplek diurus oleh Firdaus. 3 kali dalam seminggu Firdaus masuk ke komplek kami untuk memungut sampah dari rumah ke rumah. Setiap rumah dia bekali 1 helai karung untuk sampah, jadi kami tinggal menarok sampah itu di dalam karung lalu menggantungnya di pagar rumah atau dekat pohon.

Ada 60 rumah di komplek tempat tinggal saya, masing-masing KK membayar kepada Firdaus sebesar 15.000 rupiah untuk honor bulanan pemungutan sampah. Kesepakatan kami dengan warga  dan juga dengan Firdaus sendiri adalah membayarnya 15.000 rupiah per rumah, tapi yang namanya rejeki usaha siapa tahu, ada sebagian orang mengatakan 15.000 rupiah itu terlalu murah untuk membayar honor Firdaus, jadi mereka dengan suka rela mau memberi Firdaus lebih, ada yang kasi 30.000 rupiah dan ada juga yang kasi 50.000 rupiah, sesuai dengan kesanggupan masing-masing.

Sobat pembaca, bayangkan saja sob. Dari kerja memungut sampah di komplek kami saja Firdaus bisa menghasailkan 15.000 Rupiah kali 60 rumah, adalah sebesar 900.000 perbulan dia dapatkan. Apalah dia bisa kerja untuk lima 5 komplek saja di Sungai Sapih, tentu dengan perkiraan kasar saja, bapak ini bisa menghasilkan sekitar 4.500.000 Rupiah perbulannya.

Sebuah angka yang lumayan besar. Setara dengan penghasilan pegawai negeri golongan 3. Uang yang lumayan besar, cuma kerjanya saya yang rendahan, “ngurusin limbah rumah tangga orang”, itu menurut pendapat orang yang suka gengsian dan memandang remeh pekerjaan tukang pemungut sampah. Padahal itu pekerjaan mulia, pekerjaan menolong orang keluar dari masalah limbah sehari-hari. Bukankah itu baik?

Sekarang Firdaus tidak lagi uring-uringan seperti dahulu, waktu pertama saya mengenalnya. Sekarang bapak ini setiap hari bekerja dengan disiplin dan tepat waktu, walaupun cuaca hujan dia tetap juga datang untuk menjemput sampah ke rumah-rumah kliennya.

Walaupun sekarang ini Firdaus telah dalam posisi aman pada pekerjaannya, namun usaha lamanya tetap dia lakoni juga. Memungut sampah dan memulung bisa dia kerjakan sekali jalan. Setiap Firdaus memungut sampah di rumah warga, di situ nanti dia akan memilah, mana sampah kering dan yang mana sampah basah, dan kemudian sampah kering itu pun dipisahkan lagi, mana barang yang bisa di daur ulang dan mana yang tidak.

Setiap kali Firdaus selesai membuang sampah limbah masyarakat di TPU, selalu setelah itu pak Firdaus biasa singgah ke gudang loak, disana dia akan menimbang dan menjual barang-barang daur ulang yang telah dia kumpulkan kepada toke langganannya. Biasanya, menurut penuturan Firdaus, setiap hari dia menimbang barang, dia biasa memperoleh paling banyak 25.000 rupiah. Itu adalah uang dari hasil memilah-milah sampah yang biasa dia kerjakan setiap hari dalam tugasnya.

Yah, sobat pembaca, begitulah profil dari teman saya, sahabat saya Firdaus. Teman yang bisa memungut sampah di depan rumah saya. Sekarang dia sudah bisa dikatakan aman hidupnya dan keluarganya juga. Dia juga sudah pula bisa merencanakan  pendidikan anak-anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Dan Firdaus berharap supaya dia tetap dikaruniai kesehatan oleh Tuhan yang maha kuasa, supaya dia tetap segar bugar  dalam bekerja untuk memberi nafkah keluarganya. Namun apabila Firdaus sempat sakit, tentu kami para warga, para kliennya  akan merasa kesusahan, ada banyak sampah tertumpuk di dapur.

Tidak kami biarkan masalah jadi semakin bertumpuk, segera mencari tahu keadaan Firdaus tukang sampah, kalua memang sakit tentu kami akan segera memberikan bantuan kepadanya, biasanya ada berupa uang santunan, hanya sebagai solidaritas bertetangga saja. Lalu akan bayak orang datang menjenguk Firdaus yang sedang sakit, sahabat kami yang sedang tidak berdaya, “tukang pungut sampah”.

Itu bukan omong kosong belaka. Sudah terbukti pada waktu Firdaus sempat didera oleh penyakit demam malaria, pada suatu waktu di awal 2016 yang lalu. Tidak sedikit warga datang bergantian menjenguk Firdaus yang sedang dirawat di rumah sakit. Kedatangan para warga selalu membawa sesuatu, mungkin uang ataupun makanan. Wah, enak jadi Firdaus, sakit saja juga dapat mendatangkan rejeki kepadanya. Well... Sobat sekian dulu cerita hari ini. Terimakasih telah mau membaca tulisan saya di www.deelucky.com. Sampai jumpa.  By Lucky Lukmansyah

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © Simple SEO ✔