Bujang Keramat Chapter 7: Ambisi Si Bujang Kecil

20:59:00



Bermain, main, dan main bersama teman-teman adalah kehidupan anak-anak. Tidak cukup rasanya waktu satu hari di habiskan untuk bermain oleh Boim. Begitulah hakekatnya, seorang anak-anak.

Boim, anak sulung Rasyid dan Tias sekarang sedang menikmati masa bermainnya bersama kawan-kawannya di pantai Sikakap, pantai yang indah permai, dengan obak bergulung-gulung tiada henti. Dibawah dermaga desa sikakap, Boim bersama tiga orang kawannya, Roni, anak laki-laki uniang Eri, tetangga sebelah rumahnya, adalah teman akrabnya sejak masih balita. Kemudian ada lagi dua orang kawannya Andi dan Iwan, teman sesama mengaji di Surau Jamik. Mereka sedang asik berenang di bawah dermaga itu. Berenang di antara tiang-tiang kayu balok yang telah penuh ditutupi oleh ganggang hijau, penyangga berdirinya dermaga itu.

Berenang, dan menyelam mencari menangkap ikan dan kerang adalah hobi mereka, anak-anak yang berempat orang itu. Apabila mereka mendapatkan ikan atau kerang, tentu mereka akan naik ke dermaga, dan mengumpulkan hasil perolehan mereka di dalam sebuah baskom. Nanti apabila sudah terkumpul banyak, tak tau lah, entah akan mereka apakan ikan dan kerang-kerang itu. Kalau dibawa pulang ke rumah, belum tentu ibu mereka masing-masing mau mengolahnya menjadikan masakan.

Setelah selesai, dan puas bermain di air, Boim dan kawan-kawannya akan beralih lagi mencari permainan yang baru, naik ke daratan. Ada satu hal lagi yang belum pernah terjamah oleh Boim. Dan satu hal itu adalah akan menjadi ambisinya Boim, sampai nanti hal itu di dapatkannya. Yah, begitulah sifat, tabiat dan perangai Boim, anak pak Rasyid, anak kecil nan sangat keras hati. Sangat susah sekali ke dua orang tuanya mengatur dan mendisiplinkan dirinya di rumah. Kalau di luar rumah, entah lah, hanya tuhan saja yang tau, tidak dapat Tias, ibunya memantau aktivitas bermainnya. Karena Tias tentulah sudah di sibukan oleh mengurus anak perempuannya yang masih balita, Zulaika, masih dua tahun umurnya, belum lagi ada banyak pekerjaan rumah tangga yang harus diselesaikannya. Walaupun begitu sering juga Tias pergi keluar rumah sambil menggendong Zulaika kecil mencari dan menyuruh Boim untuk pulang.

Untung saja desa Sikakap, tempat tinggal mereka, di pulau Pagai Utara itu, daerahnya tidak begitu luas. Mudah saja Tias jalan berkeliling desa, dari ujung ke ujuang, dari utara ke selatan, dari bukit ke pantai, mencari untuk menemukan Boim, yang biasanya dia selalu di temukan sedang asik bermain bersama kawan-kawannya, mungkin di pantai, di halaman surau, di sekitar lereng bukit, di pasar mini, atau di kali kecil yang terdapat di belakang komplek ketika mereka tempat anak-anak itu sedang sering menangkap ikan dengan jaring di sana.

Bagi Boim ada sendiri ada sebuah tempat bermain, sangat dirahasiakannya, dan dia sering pergi ketempat itu kalu dia sedang sendiri. Yaitu, sebuah tempat di mana ada sebuah dozer tua, rusak, lapuk dan berkarat teronggok di belakang sebuah gereja di bukit Siai. Tepat di belakang komplek perumahan karyawan.

Dulu waktu Boim di usia 4 tahun, tiga tahun yang lalu, Boim pernah mengajak kawan-kawannya main di kawasan tempat dozer rongsokan itu, namun ada ibunya Tias bersama tetangganya uniang Eri datang menjemput mereka untuk pulang dengan marah-marah. Sejak hari itu Boim tidak mau lagi membawa teman-temannya main disana lagi. Dan begitu juga dengan anak-anak yang lain tidak pula mau main ke situ. Mereka takut, karena ditempat itu ada hantu, begitu kata mereka.

Oleh karena itu Boim hanya pergi sendiri saja, menyepi, menciptapakan hayalan bagi dirinya sendiri bermain dengan dozer tua rongsokan itu. Biasanya Boim pergi ke tempat sepi yang tidak pernah dilalui orang itu sore, sekitar pukul 5, setelah ashar, selepas jam mengaji di surau. Mengapa si Boim sangat suka pergi ke tempat dozer rongsokan itu di sore hari, sendirian saja tanpa ada kawan bersamanya. Entahlah, tentu pasti ada yang dicarinya di tempat itu. Mungkin juga dia ada teman, mahluk yang tidak terlihat oleh kasat mata. Mungkin ia selalu menunggu anak kecil itu disana, menunggu Boim supaya bisa mengajak Boim bermain di sekitar dozer tua yang tidak akan bisa di perbaiki lagi. Entah lah itu hanya dugaan saja.

Dari dulu, dari masa kecil, sejak dia pertamakali menyentuh yang namanya mainan, Boim sudah suka dan menampakan ketertarikannya pada jenis alat berat. Apalagi, di desa Sikakap ada banyak terdapat alat berat yand sedang beroperasi di berbagai tempat. Mudah sekali ditemukan keberadaan mesin-mesin itu sedang bekerja.

Namun bagi anak-anak, adalah dilarang untuk mendekat kepada mesin-mesin penggaruk bumi tersebut. Jangankan menyentuh mereka, mendekat saja di areal kerja alat berat sudah tentu terlarang bagi mereka. Karena sangat membayahakan diri mereka, kata para orang dewasa di sekitar, kata yang tidak pernah masuk akal menurut jalan pikiran Boim, si anak kecil yang tidak mau di atur oleh orang dewasa. Bahkan Rasyid dan Tias, orang tuanya sendiri sudah kewalahan mendisiplinkan anak ini. Baru saja umurnya 7 tahun, sudah tidak mau diatur, apalagi kalau sudah besar nanti, entah bagaimana jadinya dia, si Boim itu.

Bersambung

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © Simple SEO ✔